Made Jodi bersama kuasa hukumnya, Adi Arianta melapor ke Komisi Yudisial RI melalui Kantor Penghubung KY di Provinsi Bali, kemarin (10/10/2024).
Adi mengungkapkan, laporan yang dilakukan oleh warga Desa Kaliasem, Buleleng itu bermula pada perkara perdata dengan nomor perkara 414/Pdt.G/2016/PN.SGR. Perkara itu diajukan oleh Kwinarti terhadap Wayan Madra, dkk.
Dalam sidang tingkat pertama hingga kasasi, perkara tersebut dimenangkan oleh Kwinarti. Namun dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali melalui perkara nomor 813.PK/Pdt/2020.
Dalam putusan PK itu terungkap bahwa putusan pengadilan tingkat pertama terdapat sejumlah kejanggalan.
Adi menilai putusan Majelis Hakim tidak mempertimbangkan penguasaan fisik secara turun menurun oleh Wayan Madra dkk, sehingga bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI no. 327 K/Sip/1976.
Selain itu, putusan Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan perbedaan luas tanah pada objek sengketa, sehingga bertentangan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 81 K/Sip/1971 tanggal 9 Juli 1973.
Adi juga menilai putusan Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016.
Lebih lanjut Adi mengatakan, pihaknya juga turut mengadukan majelis hakim di PTTUN Surabaya. Lantaran majelis hakim memutus perkara dengan objek sengketa yang berbeda dengan kenyataan.
Akibat dari putusan tersebut, Kanwil BPN Bali akhirnya mencabut SHM yang diwarisi para pelapor.
Adapun SHM yang dicabut adalah SHM Nomor 233/Desa Kaliasem. Sedangkan yang menjadi objek adalah SHM Nomor 223/Desa Kaliasem yang merupakan sertifikat asal pemecahan dari SHM Nomor 435/Desa Kaliasem atas nama Wayan Mandra, SHM Nomor 436/Desa Kaliasem atas nama Wayan Edy Parsa, dan SHM Nomor 437/Desa Kaliasem atas nama dan Ida Kade Parmita.
“Katanya kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan ketik. Ini aneh, SHM nomor 233/Desa Kaliasem dan SHM Nomor 223/Desa Kaliasem merupakan objek yang ada di lokasi berbeda,” kata Adi.
Adi Arianta menganggap putusan tersebut sangat janggal. Karena masih ada perbedaan pendapat terkait objek tanah yang dipermasalahkan.
“Patut diduga hal ini melibatkan mafia tanah yang ingin menguasai lahan atau tanah milik almarhum orang tua Made Jodi. Caranya dengan memunculkan proses hukum secara terus menerus,” demikian Adi.
Link sumber :
https://radarbuleleng.jawapos.com/hukum-kriminal/2165182053/diduga-jadi-korban-mafia-tanah-warga-buleleng-mengadu-ke-komisi-yudisial?page=2
Sumber: Radar Buleleng